Wing Kirby Walking

Pages

Jumat, 10 Mei 2013

MEWUJUDKAN SMA NEGERI 2 METRO SEBAGAI SEKOLAH ADIWIYATA.

.














Metro: Ditunjukknya SMA Negeri 2 Metro dalam partisipasi sekolah adiwiyata 2012 merupakan indikator bahwa sekolah sudah mengimplementasikan program kepedulian dan pelestarian lingkungan. Program yang digulirkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup ini bertujuan  mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program ini mengajak seluruh warga sekolah agar dapat berpartisipasi melestarikan dan menjaga lingkungan hidup disekolah dan lingkungannya. Kegiatan utamanya adalah mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi warga SMAN 2 Metro.

Program dan kegiatan Sekolah adiwiyata dikembangkan berdasarkan norma-norma dasar  kehidupan yang meliputi antara lain: kebersamaan, keterbukaan,kesetaraan,kejujuran, keadilan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Komponen dan standar Adiwiyata yang terus dikembangkan SMAN 2 Metro meliputi :

  1. Pemenuhan dan Penguatan Kebijakan Berwawasan Lingkungan.

Pada kebijakan ini sekolah terus mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH). Selanjutnya Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) juga dikembangkan agar  memuat program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Visi SMA Negeri 2 Metro yang berisi: “Mewujudkan sekolah prestasi, berpegang teguh budi pekerti, berwawasan informasi teknologi dan berbasis lingkungan” merupakan modal utama dalam menggerakkan kebersamaan warga sekolah untuk menciptakan sekolah adiwiyata yang berdaya saing dan peduli kelestarian lingkungan.

 

  1. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan dalam Proses Pembelajaran.

Peran tenaga pendidik sangat penting dalam mendesiminasikan program PPLH sehingga pendidik juga harus meningkatkan kompetensi dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran lingkungan hidup. Peserta didik  juga dipacu melakukan kegiatan pembelajaran tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar tertanam rasa tanggung jawab dan kesadaran terhadap lingkungan sebagai anugerah Tuhan yang harus dijaga untuk kelangsungan hidup umat.

 

  1. Peningkatan Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif.

Warga sekolah secara konsisten dan berkomitmen tinggi melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terencana dan menghasilkan produk yang terukur bagi warga sekolah. Selanjutnya sekolah juga harus memperbanyak jalinan  kemitraan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan menjalin kemitraan dalam mengelola pendidikan dan kegiatan lingkungan hidup dengan berbagai pihak (masyarakat, pemerintah, swasta, media, sekolah lain).

 

  1. Pemenuhan dan pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan:

Pemenuhan Ketersediaan sarana prasarana pendukung yang ramah lingkungan seperti komposter, green hause, energi alternatif, kantin sehat  dan lain-lain yang didukung kualitas pengelolaanya akan sangat mendukung tercapainya program Adiwiyata.

Agenda Program Adiwiyata SMAN 2 Metro yang segera dilakukan adalah:

1)      Sosialisasi program kepada warga sekolah

2)      Pembentukan Tim Adiwiyata Sekolah

3)      Analisis Kebutuhan

4)      Penyusunan Program Kerja

5)      Penguatan dukungan internal dan eksternal

6)      Implementasi program

7)      Monitoring dan evaluasi

8)      Rencana tindak lanjut ((RTL) hasil monitoring

Tentunnya untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya kerjasama semua pihak. Untuk itu diperlukan kesadaran dan dukungan penuh semua warga SMAN 2 Metro untuk bekerja bahu membahu  mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan yang pada akhirnya tercipta  lingkungan sekolah yang bersih, sehat, indah dan nyaman. Dengan demikian suasana belajar akan menjadi lebih baik dan mampu menciptakan out put  yang berprestasi dan mampu berkompetisi ditingkat regional, nasional maupun internasional. (htt)



Kamis, 09 Mei 2013

contoh gambar hutan lindung
























Selasa, 07 Mei 2013

pola umum pengelolaan kawasan hutan lindung

Pola umum pengelolaan kawasan hutan lindung

     Pengelolaan sumberdaya hayati di kawasan alami yang dilindungi meliputi seluruh proses yang berjalan dalam ekosistem. Ini memerlukan pemahaman prinsip ekologi, suatu apresiasi terhadap proses ekologi yang berjalan dalam kawasan yang di lindungi dan penerimaan konsep bahwa pengelolaan kawasan yang dilindungi merupakan suatu bentuk pengelolaan tanah.
     Pengelolaan ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan bagi kawasan tertentu. Unsur-unsur yang ingin di lestarikan oleh para pengelola dalam kawasan yang di lindungi dapat hilang dengan mudah tanpa adanya pengelolaan. jelas bahwa sejumlah pengelolaan aktif diperlukan untuk memelihara kualitas yang ingin di awetkan dalam kawasan yang dilindungi. Tetapi perlu di tekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam penuh dengan resiko. Pengelolaan yang keliru dapat berakibat lebih buruk dibandingkan tanpa pengelolaan.
    Pola umum dan tahapan dalam pengelolaan kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut:
1.      Tahapan Perencanaan
2.      Tahapan Pengorganisasian
3.      Tahapan Pelaksanaan
4.      Tahapan pemantauan dan Evaluasi

1.      Tahapan Perencanaan
Perencanaan yang baik merupakan titik tolak bagi keberhasilan pengelolaan kawasan yang dilindungi, tetapi hanya merupakan suatu alat pengelolaan. Perencanaan merupakan sustu proses yang berjalan terus, yang meliputi nperumusan penyerahan dan persetujuan dari tujuan pengelolaan, bagaimana hal ini dapat di capai dan standar pembanding mengukur keberhasilan. Perencanaan yang baik mengarah kepada pengelolaan yang baik, perencanaan yang buruk atau tidak adanya perencanaan menghalangi keberhasilan pengelolaan.
 
    Langka pertama dalam perencanaan adalah:
a)      Perumusan tujuan yang jelas, masuk akal, serta berada dalam kerangka kebijaksanaan otorita pengelolaan kawasan yang di lindungi.
b)      Menguraikan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (merinci biaya)
c)      Penerapan pengelolaan
d)     Pengkajian terhadap hasil yang diperoleh
e)      Penyiapan terhadap perencanaan selanjutnya
        Pokok dari rencana semcam ini adalah suatu pernyataan mengenai sasaran dan tujuan yang dapat diukur, yang mamandu pengelolaan kawasan. Sasaran dan tujuan ini membentuk kerangka untuk menentukan tindakan yang di ambil, kapan tindakan tersebut dilakukan, serta dana dan tenaga yang di perlukan untuk menerapkannya. suatu rencana pengelolaan merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan, menetapkan perioritas dan mengorganisasikan pendekatan itu ke masa datang.
Rencana pengelolaan memberikan bimbingan untuk jangka waktu tertentu, bisanya lima tahun. Rencana kegiatan tahunan di buat selama tahap penerapan dengan menggunakan rencana pengelolaan jangka panjang sebagai pedoman.

 Langka-langka kegiatan perencanaan
1)      Pembentukan tim perencanaan (Baik bila kemampuan berbeda dalam perencanaan, ekologi,sosiologi,ekonomi dan berbagai sumber ilmu)
2)      Pengumpulan informasi dasar (meliputi peraturan yang berlaku, data cirri-ciri biofisik, sumber budaya dan data social ekonomi)
3)      Inventarisasi lapangan (kerja lapangan untuk mengumpilkan informasi baru, memeriksa dan memperbaharui data yang ada, serta melihat kawasan itu dengan perfektif baru).
4)      Penilaian keterbatasan dan modal.
5)      Tinjauan hubungan antar wilayah (tim perencana harus mengkaji dampak pembangunan yang berpotensi diluar dan dalam kawasan yang di lindungi)
6)      Uraikan tujuan dari kawasan (tujuan yang diidentifikasi sesuai dengan kawasan)
7)      Pembagian kawasan dalam zona (kawasan yang dilindungi akan di bagi ke dalam berbagai zona untuk tujuan dan pemanfaatan)
8)      Pengkajian batas-batas kawasan (inventarisasi sumberdaya,tujuan pengelolaan dan tinjauan integrasi regional, serta pembuatan zona dapat mempertimbangkan modifikasi batas)
9)      Desain program pengelolaan (pengelolaan dan perlindungan sumberdaya, pemanfaatan oleh penduduk, penelitian dan pemantauan, administrasi)
10)  Pilihan pengembangan terpadu (seluruh fasilitas fisik yang harus di bangun untuk melaksanakan berbagai program pengelolaan)
11)  Uraian implikasi biaya (mencantumkan perkiraan biaya yang mereka usulkan)
12)  Siapkan dan bagikan suatu konsep rencana
13)  Analisis dan evolusi rencana
14)  Desain jadwal dan prioritas (menentukan jadwal, waktu dan prioritas tiap-tiap kegiatan)
15)  Siapkan dan publikasikan rencana akhir
16)  Pemantauan dan perbaikan rencana (lima tahunan dan akhirnya, rencana perlu di tinjau)

Jenis rencana
      Dalam pengelolaan suatu kawasan diperlukan adanya beberapa rencana, yaitu rencana pengelolaan dan rencana teknis.
a.       Rencana pengelolaan
o   Jangka panjang (25 tahun)
o   Jangka menengah (5 tahun)
o   Jangka pendek (11 tahun)
b.      Rencan teknis
o   Peenjabaran dari salah satu atau beberapa kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan.

Cakupan wilayah perencanaan
     Pada dasarnya setiap unit kawasan konservasi perlu di lengkapi dengan rencana pengelolaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun tahunan. Namun demukian, berdasarkan luas dan intensitas pengelolaannya, rencana pengelolaan beberapa lokasi kawasan konservasi yang letaknya berdekatan dan dalam satu unit pengelolaan dapat di sajikan dalam satu rencana pengelolaan.

2.      Tahapan Pengorganisasian
           Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal di tunjuk sebagai kawasan konservasi yang kemudian di susul dengan kegiatan yang menyusun rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya. Namun demukian sesuai kondisi kawasan konservasi kawasan yang ada saat ini, yang mempunyai variasi potensi  dan intensitas pengelolaaan masing-masing, implementasi penyususnan rencana dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya dapat di lakukan secara simultandengan memperhatiakn kondisi setempat.
Organisasi pengelolaan hutan lindung di laksanakan oleh Pemda tingkat I c.q. Dinas Kehutanan Tingkat I. Khusus untuk kawasan hutan lindung di pulau jawa, kecuali DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta, pengelolaanya di lakukan oleh Perum Perhutani.

3.      Tahapan Pelaksanaan
         Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan dalam perlindungan, pengembangan serta administrasi setelah suatu kawasan yang di lindungi ndintetapkan. Pengelolaan adalah pelaksanaan sesungguhnya dari kegiatan yang di lakukan untuk mencapai tujuan kawasan dilindungi. Pelaksanaan merupakan keseluruhan proses perencanaan, penetapan dan pengoperasian kawasan yang dilindungi. Pengelola adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan ini. Tugas utama pengelola adalah mengorganisasikan staf, dana dan perlengkapan yang tersedia untuk mengelola dan melaksanakan rencana tersebut secara efisien mungkin.
Pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan memerlukan suatu komitmen pengelola dan stafnya untuk mencapai tujuan yang telah  di tetapkan bagi kawasan tersebut. Tindakan yang di perlukan dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung adalah :

Pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung adalah :

1)      Alokasi tugas dan pemilihan staf
         Dalam menempatkan staf kedalam kedudukan dan tugas-tugasnya, pengelola sebaiknya mempertimbangkan sejumlah faktor:
o   Tingkat pendidikan dan latihan, ketrampilan dan kemampuan
o   Sikap kerja, kemampuan memikul tanggung jawab
o   Kapasitas mengambil suatu tindakan dalam suatu situasi baru
o   Sifat dapat di percaya, kejujuran dan keberanian personil serta prestasi kerja
o   Status sosial dalam masyarakat setempat dan hubungannya dengan orang-orang terkemuka (kepala desa, pejabat dll)

2)      Pengelolaan staf
         Efisiensi staf dan cara melakukan pengelolaan akan tercermin melalui proses jalannya pekerjaan di seluruh cagar. pengelola setiap kawasan yang di lindungi perlu membina staf agar berdisiplin, evisien, bermotifasi baik dan setia.
3)      Pelaporan
         Pelaporan menjamin agar pekerjaan dapat selesai pada waktunya, membina sumber informasi berharga, melindungi pelapor dan menyediakan bukti bila diperlukan, serta menyampaikan informasi kepada staf senior.
4)      Inspeksi dan pengawasan
         Peningkatan efisiensi serta hasil kerja yang baik hanya mungkin terjadi bila di adakan suatu system pengawasan yang efektif.
5)      Pemeliharaan bangunan fisik dan gudang
         Perawatan bangunan fisik seperti membersihkan, memperbaiki tempat pengintaian, menara pengintai, jembatan, papan pengumuman, pal batas, membersihkan selokan dan parit,dan memelihara jalan.
6)      Patroli
         Patrol adalah salah satu fungsi mendasar dan terpenting dari satuan pengelola suatu kawasan yang di lindungi.
7)      Pengawasan penggunaan sumberdaya
         Pengawasan yang ketat perlu di kembamgkan untuk menjamin tidak terjadinya kompromi antara sumberdaya yang di gunakan dengan tujuan lainnya dari kawasan yang dilindungi.
8)      Penegakan hukum
        Pengelolaan kawasan yang dilindungi penting untuk memiliki petugas penegak hokum sendiri. Kadang-kadang disebut sebagai pengawas margasatwa, pengawas hutan, pemandu hutan, atau petugas pelestarian.    Pengawas harus mengenal baik peraturan kawasan yang dilindungi, peraturan perburuan dari undang-undang margasatwa dan perburuan, yang relevan bagi tugasnya. 
 

 Kegiatan pelaksanaan dalam kawasan lindung

a.       Tahapan pelaksanaan pengelolaan
1.      Pembangunan prakondisi
         Meliputi pemantapan status hokum kawasan, penyelesaian proses pengukuhan kawasan meliputi  penunjukan kawasan, penyelesaian tata batas, dan penetapan kawasan.
2.      Penetapan kawasan
         Mencakup inventarisasi dan identifikasi kondisi kawasan di lanjutkan dengan penetapan zona atau blok pengelolaan.
3.      Pembangunan sarana dan prasarana dasar
         Sarana dan prasarana dasar yang diperlukan dalam tahap awal pelaksanaan pengelolaan terdiri dari : sarana dan prasarana pengelolaan, perlindungan dan pengamanan, penelitian dan pendidikan serta wisata alam.
4.      Pengembangan pengelolaan kawasan
     Meliputi: pengelolaan potensi kawasan, perlindungan dan pengamanan kawasan, pengelolaan pemanfaatan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, wisata alam, dan kegiatan yang menunjang budidaya serta pemantapan integrasi dan koordinasi.

b.      Arah pengelolaan

1.      Pemantapan kawasan
          Memiliki status hukum yang legal yaitu status penetapan, dimulai dari proses penunjukan, penataan batas penyelesaian penetapannya. Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu di pelihara. Penetapan zona atau blok penggelolaan harus selalu di dasarkan pada aspek potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan rencana pembangunan wilayah.
2.      Penyusunan rencana pengelolaan
          Diupayakan dapat mengakomodir berbagai peluang pembangunan. Dengan demkian, dalam persiapan dan penyusunannya, upaya melibatkan peran serta masyarakat merupakan prasyarat untuk efektif dan efisiennya rencana pengelolaan yang di susun.
3.      Pembangunan sarana dan prasarana
          Di kawasan hutan lindung, diperkenankan dubangun berbagai bentuk sarana dan prasarana pengelolaan sepanjang untuk kepentingan tujuan penetapannya. Harus mempertimbangkan aspek lingkungan, social ekonomi dan budaya masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang ada.

4.      Tahapan Pemantauan dan Evaluasi
          Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap seluruh tahap pengelolaan kawasan yaitu sejak kegiatan perencanaan sampai pada tahap pengembangan potensinya. Evaluasi pengelolaan harus menjadi proses sadar yang bertujuan menilai kemajuan yang di arahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan jangka pendak dan jangka panjang kawasan dilindungi. Pendekatan untuk mengevaluasi akan berbeda menurut keadaan. Tetapi merupakan hal yang bijaksana apabila dapat dijamin agar seluruh program pengelolaan memiliki sumberdaya memadai, yang dapat memungkinkan pengelola, atasan dan sponsornya menilai keefektifan dan kesesuaian tindakannya.
         Nilai hakiki evaluasi dari suatu program pengelolaan adalah bahwa program tersebut dapat mengambil manfaat dan dibuat berdasarkan pengalaman serta di sesuaikan untuk mencapai sasaran seefisien mungkin. Evaluasi ini penting agar dapat memberi arahan kepada pengelola, yang memungkinkan pengelola menyesuaikan langkah dan tindakannya. Hal yang sama pentingnya adalah kelenturan program agar tanggap terhadap perubahan. Umpan balik semacam ini penting artinya dan dapat di terapkan dalam berbagai tingkat pengelolaan mulai dari penentuan tujuan kebijaksanaan, perencanaan, sampai kepada implementasi strategi pengelolaan.


  Beberapa keuntungan utama evaluasi pengelolaan adalah:
1.      Menentukan apakah kebijaksanaan dan tujuan rencana pengelolaan akan dapat dicapai dan apakah dalam kenyataannya hal ini benar-benar realistis.
2.      Menilai apakah sumberdaya manusia dan keuangan yang diberikan untuk maksud ini memadai guna mendapatkan hasil yang diharapkan.
3.      Melaporkan kemajuan kepada otorita yang lebih tinggi, termasuk mereka yang mendukung program pengelolaan dan yang berminat dalam pelaksanaanya.
4.      Member wawasan mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari suatu kawasan dilindungi pada tingkat lokal, regional dan nasional.
5.      Membantu persiapan program pengelolaan untuk tahundepan
6.      Membantu mengevaluasi kontribusi kawasan yang dilindungi kepada tujuan pelestarian nasional dan internasional

Pelaksanaan evaluasi dapat berupa :
1.      Evaluasi kegiatan pengelolaan kawasan di lakukan oleh unit kerja pengelola yaitu Balai atau Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Unit Pelaksanaan Teknik Taman Nasional dan Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I.
2.      Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, unit kerja tersebut dapat bekerja sama dengan masyarakat, perguruan tinggi atau lembaga lainya.
3.      Hasil evaluasi pelaksanaan disampaikan kepada kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perlindumgan Hutan dan Pelestarian Alam.

prinsip dasar pngelolaan kawasan hutan lindung

  Prinsip dasar pengelolaan kawasan hutan lindung

1)      Pendayagunaan potensi hutan lindung untuk kegiatan pemanfaatan air, pemuliaan, pengkayaan dan penangkaran, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya oleh masyarakat setempat, diupayakan tidak merubah luas dan fungsi kawasan.
2)      Dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan tradisional berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.
3)      Sesuai fungsinya, dalam kawasan hutan lindung dapat di tempatkan alat-alat pengukur klimatologi, misalnya penakar hujan dan stasiun pengamat aliran sungai (SPAS).
4)      Dalam hutan lindung di bangun sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam terbatas.
5)      Jika dijumpai adanya kerusakan vegetasi dan penurunan populasi satwa yang dilindungi undang-undang, dapat dilakukan kegiatan :
Pembinaan habitat dan pembinaan kawasan untuk kepentingan peningkatan fungsi lindung.
Rehabilitasi kawasan dengan jenis tunbuhan yang cocok dengan kondisi dan tipe tanah.
Pengurangan atau penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli kedalam kawasan hutan lindung.



jenis izin pemanfaatan di hutan lindung

JENIS IZIN PEMANFAATAN DI HUTAN LINDUNG

Di Indonesia, fungsi-fungsi pokok hutan terbagi 3 (tiga) yaitu: 1.) hutan konservasi, 2.) hutan lindung dan 3.) hutan produksi. Ketiga fungsi pokok hutan tersebut mendasari pembagian kawasan hutan menjadi kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
Sesuai dengan amanah Undang-Undang, yang berwenang  mengelola kawasan hutan adalah pemerintah dan pemerintah daerah. Namun pemerintah dapat melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan kepada BUMN bidang kehutanan (PP 6 Pasal 4 ayat 1). Penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh BUMN tersebut meliputi tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi hutan dan reklamasi serta perlindungan hutan dan konservasi alam, namun  tidak termasuk kewenangan publik.
Dalam penjelasan PP No. 6 Tahun 2007 yang dimaksud dengan kewenangan publik antara lain, yaitu: 1.) penunjukan dan penetapan kawasan hutan,  2.)pengukuhan kawasan hutan 3.) pinjam pakai kawasan hutan, 4.) tukar menukar kawasan hutan, 5.) perubahan status dan fungsi kawasan hutan, 6.) proses dan pembuatan berita acara tukar menukar, pinjam pakai kawasan hutan, 7.) pemberian izin pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga atas pengelolaan hutan yang ada di wilayah kerjanya dan 8.) kegiatan yang berkaitan dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan.
Untuk memperoleh hasil dan jasa hutan secara optimal adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat, hutan harus dimanfaatkan.

Ada 4 (empat) klasifikasi kegiatan pemanfaatan hutan:
  1. Pemanfaatan kawasan
  2. Pemanfaatan jasa lingkungan
  3. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
  4. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu
Pemanfaatan hutan di atas hanya bisa dilakukan pada kawasan hutan sebagai berikut:
  1. Hutan konservasi kecuali pada cagar alam, zona rimba dan zona inti dalam taman nasional
  2. Hutan lindung kecuali blok perlindungan
  3. Hutan produksi
Dalam pemanfaatan hutan wajib disertai dengan izin pemanfaatan hutan yang meliputi:
  1. IUPK (Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan)
  2. IUPJL (Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan)
  3. IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu)
  4. IUPHHBK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu)
  5. IPHHK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu)
  6. IPHHBK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu)
Kegiatan pemanfaatan hutan lindung berupa pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sehingga  izin pemanfaatan hutan lindung meliputi: 1.) IUPK, 2.) IUPJL dan 3.) IPHHBK.
IUPK diberikan oleh :
  1. Bupati/walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur dan kepala KPH
  2. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota, dan kepala KPH
  3. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota, dan kepala KPH
IUPJL diberikan oleh :
  1. Bupati/walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur, dan Kepala KPH
  2. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota dan kepala KPH
  3. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota dan kepala KPH
IUPK dapat diberikan kepada :
  1. perorangan
  2. koperasi
IUPJL dapat diberikan kepada :
  1. perorangan
  2. koperasi
  3. BUMS Indonesia
  4. BUMN
  5. BUMD
Ketentuan-ketentuan pada IUPK Hutan Lindung
  1. Kegiatan-kegiatan IUPK antara lain: budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa dan  budidaya hijauan makanan ternak.
  2. Jangka waktu IUPK pada hutan lindung disesuaikan dengan jenis usahanya paling lama 10 (sepuluh) tahun. Jangka waktu tersebut dapat perpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) tahun oleh pemberi izin.
  3. IUPK diberikan paling luas 50 (lima puluh) hektar untuk setiap izin.
  4. IUPK diberikan paling banyak 2 (dua) izin untuk setiap perorangan atau koperasi dalam setiap kabupaten/kota.
  5. Kegiatan IUPK tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya.
  6. Pengolahan tanah terbatas.
  7. Kegiatan IUPK tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi.
  8. Kegiatan IUPK tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat.
  9. Kegiatan IUPK tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam.
Ketentuan-ketentuan IUPJL pada hutan lindung
  1. Kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung antara lain: pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
  2. Kegiatan IUPJL tidak boleh mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi utamanya.
  3. Kegiatan IUPJL tidak boleh mengubah bentang alam.
  4. Kegiatan IUPJL tidak boleh merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan.
  5. Pemegang izin IUPJL, dalam melakukan kegiatan usaha pemanfaatan jasa aliran air dan pemanfaatan air pada hutan lindung, harus membayar kompensasi kepada Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Izin pemanfaatan aliran air dan izin pemanfaatan air pada hutan lindung tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, baik sebagian maupun seluruhnya.
  7. Jangka waktu IUPJL pemanfaatan aliran air diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  8. Jangka waktu IUPJL pemanfaatan air diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  9. Jangka waktu IUPJL wisata alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dengan luas paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari luas blok pemanfaatan.
  10. Jangka waktu IUPJL perlindungan keanekaragaman hayati diberikan untuk jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun dengan luas sesuai kebutuhan investasi.
  11. Jangka waktu IUPJL penyelamatan dan perlindungan lingkungan diberikan untuk jangka waktu dan luas sesuai kebutuhan.
  12. Jangka waktu IUPJL penyerapan dan/atau penyimpanan karbon diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dengan luas sesuai kebutuhan investasi.
  13. Jangka waktu IUPJL pada hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat sampai dengan huruf f dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) tahun oleh pemberi izin.
  14. IUPJL untuk pemanfaatan aliran air dan pemanfaatan air diberikan sesuai peraturan perundang-undangan bidang sumber daya air setelah mendapat rekomendasi teknis dari instansi yang bertanggung jawab di bidang kehutanan.
Ketentuan-ketentuan IPHHBK pada Hutan Lindung
  1. Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung antara lain berupa : rotan, madu, getah, buah, jamur atau sarang burung walet.
  2. Hasil hutan bukan kayu yang merupakan hasil reboisasi dan/atau tersedia secara alami.
  3. Kegiatan IPHHBK tidak merusak lingkungan.
  4. Kegiatan IPHHBK tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi utamanya.
  5. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung hanya boleh dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan.
  6. Pemungutan hasil hutan bukan kayu tidak boleh melebihi kemampuan produktifitas lestarinya.
  7. Tidak boleh memungut beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi oleh undang-undang.
  8. Jangka waktu IPHHBK pada hutan lindung, sesuai dengan lokasi, jumlah, dan jenis hasil hutan bukan kayu yang dipungut, diberikan paling lama 1 (satu) tahun, kecuali untuk pemungutan sarang burung walet, diberikan paling lama 5 (lima) tahun.
  9. IPHHBK pada hutan lindung dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 6 (enam) bulan, kecuali untuk pemungutan sarang burung walet dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) tahun oleh pemberi izin.
 
Copyright (c) 2010 pelestarian hutan lindung and Powered by Blogger.